Banyaknya jumlah pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) sangat berpotensi untuk mengatasi kemiskinan di negeri ini. Jumlah mereka sesuai data BPS pada 2008 mencapai 31,5 juta jiwa dari jumlah penduduk. Bukan tidak mungkin jumlah tersebut akan menipis dan bahkan habis jika pemerintah serius memberdayakan pelaku UMKM. Dengan kata lain, jika mereka mampu tumbuh dan berkembang dipastikan membutuhkan tenaga kerja yang banyak. Sendainya satu unit usaha memerlukan dua tenaga kerja saja, maka akan tertampung sebanyak 100 juta orang bila jumlah UKM yang ada pada saat ini di perkirakan sekitar 50 juta UKM di seluruh Indonesia. Otomatis tenaga kerja yang terserap akan lebih banyak lagi, dan sudah pasti akan mengurangi pengangguran, sehingga kesejahteraan yang didambakan semua pihak akan tercapai.
Sayangnya, keberadaan usaha mereka barangkali masih biasa-biasa saja dan belum berkembang sehingga kegiatan usaha-usaha itu dilakukan sendiri oleh pelakunya, alias belum melibatkan tenaga orang lain. Kenyataanya, meski jumlahnya besar tetapi pengangguran hingga detik ini tetap banyak Singkatnya, meski mereka banyak, yang berhasil menciptakan lapangan pekerjaan untuk dirinya dengan membuka usaha atau sekadar menjadi pemulung, tetapi banyak yang gagal menemukan kesibukan karena dipengaruhi banyak faktor. Semisal ketiadaan atau keterbatasan modal yang dimiliki, minim kemampuan untuk berwirausaha dan gagal menjalankan usahanya akibat dagangannya dirampas/digusur petugas ketertiban karena berjualan di tempat-tempat yang dianggap manganggu ketertiban umum.
Untuk mengatasi masalah tersebut sepanjang periode ini pemerintah terus mencanangkan akan menciptakan kesejahteraan bagi rakyatnya. Hanya saja program yang diterapkan mungkin belum pas. Padahal jika komitmen memprioritaskan perhatiannya lebih besar lagi pada sektor UMKM permasalahan yang melilit bangsa berupa kemiskinan akan teratasi. Salah satunya dengan menyediakan permodalan yang mudah diakses pelaku usaha. Jika program Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang bertujuan membantu pelaku usaha kecil dan mikro mendapatkan permodalan, namun dalam prakteknya yang sudah berjalan dua tahun masih menemui kendala, faktanya mereka masih kesulitan mengakses akibat peraturan perbankan yang ketat. Tentu tidak ada salahnya menggunakan formula atau skema baru dan melibatkan Koperasi jasa keuangan (KJK) yang terdiri Koperasi simpan pinjam (KSP), unit-unit simpan pinjam (USP) milik Koperasi dan Koperasi jasa keuangan syariah (KJKS) serta unit- unit Koperasi jasa keuangan syariah (UJKS) yang banyak dimiliki Koperasi konvensional. Dengan memberikan dukungan kesediaan likuiditas agar peran mereka kuat dalam melayani pinjaman pada anggota/calon anggota yang notabene pelaku usaha mikro dan kecil (UMK).
Koperasi lebih mudah dijangkau oleh pelaku UKM. Koperasi dan UMKM memiliki peran strategis yang berkaitan langsung dengan kehidupan dan peningkatan kesejahteraan rakyat adalah nyata. Mereka juga telah terbukti menjadi penopang kekuatan dan pertumbuhan ekonomi
Koperasi sebagai wadah untuk menampung dan mengembangkan hasil produksi sektor UKM. Alasannya lembaga yang menampungnya selama ini masih sangat terbatas. Karenanya, pemerintah memilih lembaga yang cocok untuk menyokong pembiayaan dan pemasaran hasil UKM tersebut yakni Koperasi.