Selasa, 18 Oktober 2011

Etika Profesi Akuntansi

Akuntan Publik adalah seorang praktisi dan gelar profesional yang diberikan kepada akuntan di Indonesia yang telah mendapatkan izin dari Menteri Keuangan RI untuk memberikan jasa audit umum dan review atas laporan keuangan, audit kinerja dan audit khusus serta jasa dalam bidang non-atestasi lainnya seperti jasa konsultasi, jasa kompilasi, dan jasa-jasa lainnya yang berhubungan dengan akuntansi dan keuangan. Ketentuan mengenai praktek Akuntan di Indonesia diatur dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1954 yang mensyaratkan bahwa gelar akuntan hanya dapat dipakai oleh mereka yang telah menyelesaikan pendidikannya dari perguruan tinggi dan telah terdaftar pada Departemen keuangan R.I.

Untuk dapat menjalankan profesinya sebagai akuntan publik di Indonesia, seorang akuntan harus lulus dalam ujian profesi yang dinamakan Ujian Sertifikasi Akuntan Publik (USAP) dan kepada lulusannya berhak memperoleh sebutan “Bersertifikat Akuntan Publik” (BAP). Sertifikat akan dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Sertifikat Akuntan Publik tersebut merupakan salah satu persyaratan utama untuk mendapatkan izin praktik sebagai Akuntan Publik dari Departemen Keuangan.

Profesi ini dilaksanakan dengan standar yang telah baku yang merujuk kepada praktek akuntansi di Amerika Serikat sebagai ncgara maju tempat profesi ini berkembang. Rujukan utama adalah US GAAP (United States Generally Accepted Accounting Principle’s) dalam melaksanakan praktek akuntansi. Sedangkan untuk praktek auditing digunakan US GAAS (United States Generally Accepted Auditing Standard), Berdasarkan prinsip-prinsip ini para Akuntan Publik melaksanakan tugas mereka, antara lain mengaudit Laporan Keuangan para pelanggan.

Kerangka standar dari USGAAP telah ditetapkan oleh SEC (Securities and Exchange Commission) sebuah badan pemerintah quasijudisial independen di Amerika Serikat yang didirikan tahun 1934. Selain SEC, tcrdapat pula AICPA (American Institute of Certified Public Accountants) yang bcrdiri sejak tahun 1945. Sejak tahun 1973, pengembangan standar diambil alih oleh FASB (Financial Accominting Standard Board) yang anggota-angotanya terdiri dari wakil-wakil profesi akuntansi dan pengusaha.

Kode etik adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik, dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi profesional. Kode etik menyatakan perbuatan apa yang benar atau salah, perbuatan apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari.

Tujuan kode etik agar profesional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau nasabahnya. Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak profesional. Kode etik akuntan Indonesia memuat delapan prinsip etika sebagai berikut : (Mulyadi, 2001: 53)

1. Tanggung Jawab Profesi

Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.

Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat. Sejalan dengan peran tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa profesional mereka. Anggota juga harus selalu bertanggungjawab untuk bekerja sama dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi profesi.

2. Kepentingan Publik

Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen atas profesionalisme.

Satu ciri utama dari suatu profesi adalah penerimaan tanggung jawab kepada publik. Profesi akuntan memegang peran yang penting di masyarakat, dimana publik dari profesi akuntan yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada obyektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib. Ketergantungan ini menimbulkan tanggung jawab akuntan terhadap kepentingan publik. Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani anggota secara keseluruhan. Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan tingkah laku akuntan dalam menyediakan jasanya mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan negara.

Kepentingan utama profesi akuntan adalah untuk membuat pemakai jasa akuntan paham bahwa jasa akuntan dilakukan dengan tingkat prestasi tertinggi sesuai dengan persyaratan etika yang diperlukan untuk mencapai tingkat prestasi tersebut. Dan semua anggota mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan publik. Atas kepercayaan yang diberikan publik kepadanya, anggota harus secara terus menerus menunjukkan dedikasi mereka untuk mencapai profesionalisme yang tinggi. Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.

3. Integritas

Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji keputusan yang diambilnya.
Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima kecurangan ata
u

peniadaan prinsip.

4. Obyektivitas

Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya. Obyektivitasnya adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka, serta bebas dari benturan kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain.
Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas yang berbeda dan harus menunjukkan obyektivitas mereka dalam berbagai situasi. Anggota dalam praktek publik memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta konsultasi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit internal dan bekerja dalam kapasitas keuangan dan manajemennya di industri, pendidikan, dan pemerintah. Mereka juga mendidik dan melatih orang orang yang ingin masuk kedalam profesi. Apapun jasa dan kapasitasnya, anggota harus melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara obyektivitas.

5. Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional

Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhati-hati, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional dan teknik yang paling mutakhir.

Hal ini mengandung arti bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya, demi kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung jawab profesi kepada publik.
Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman. Anggota seharusnya tidak menggambarkan dirinya memiliki keahlian atau pengalaman yang tidak mereka miliki. Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkat pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan. Dalam hal penugasan profesional melebihi kompetensi anggota atau perusahaan, anggota wajib melakukan konsultasi atau menyerahkan klien kepada pihak lain yang lebih kompeten. Setiap anggota bertanggung jawab untuk menentukan kompetensi masing masing atau menilai apakah pendidikan, pedoman dan pertimbangan yang diperlukan memadai untuk bertanggung jawab yang harus dipenuhinya.

6. Kerahasiaan

Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya.

Kepentingan umum dan profesi menuntut bahwa standar profesi yang berhubungan dengan kerahasiaan didefinisikan bahwa terdapat panduan mengenai sifat sifat dan luas kewajiban kerahasiaan serta mengenai berbagai keadaan di mana informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dapat atau perlu diungkapkan.
Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antar anggota dan klien atau pemberi jasa berakhir.

7. Perilaku Profesional

Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.

8. Standar Teknis

Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas. Standar teknis dan standar professional yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Internasional Federation of Accountants, badan pengatur, dan pengaturan perundang-undangan yang relevan.

Etika Profesi Akuntansi

Etika merupakan suatu ilmu yang membahas perbuatan baik dan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia.Dan etika profesi terdapat suatu kesadaran yang kuat untuk mengindahkan etika profesi pada saat mereka ingin memberikan jasa keahlian profesi kepada masyarakat yang memerlukan.

Menurut Billy, Perkembangan Profesi Akuntan terbagi menjadi empat fase, yaitu :

1. Pra Revolusi Industri

2. Masa Revolusi Industri tahun 1900

3. Tahun 1900-1930

4. Tahun 1930-sekarang

Perilaku Etika dalam Profesi Akuntansi

Timbul dan berkembangnya profesi akuntan publik di suatu negara adalah sejalan dengan berkembangnya perusahaan dan berbagai bentuk badan hukum perusahaan di negara tersebut. Jika perusahaan-perusahaan di suatu negara berkembang sedemikian rupa sehingga tidak hanya memerlukan modal dari pemiliknya, namun mulai memerlukan modal dari kreditur, dan jika timbul berbagai perusahaan berbentuk badan hukum perseroan terbatas yang modalnya berasal dari masyarakat, jasa akuntan publik mulai diperlukan dan berkembang. Dari profesi akuntan publik inilah masyarakat kreditur dan investor mengharapkan penilaian yang bebas tidak memihak terhadap informasi yang disajikan dalam laporan keuangan oleh manajemen perusahaan.

Profesi akuntan publik menghasilkan berbagai jasa bagu masyakat, yaitu jasa assurance, jasa atestasi, dan jasa nonassurance. Profesi akuntan publik bertanggung jawab untuk menaikkan tingkat keandalan laporan keuangan perusahaan-perusahaan, sehingga masyarakat keuangan memperoleh informasi keuangan yang andal sebagai dasar untuk memutuskan alokasi sumber-sumber ekonomi.

Aturan Etika Profesi Akuntansi IAI

Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi seluruh anggota, baik yang berpraktik sebagai akuntan publik, bekerja di lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan tanggung-jawab profesionalnya. .

Tujuan profesi akuntansi adalah memenuhi tanggung-jawabnya dengan standar profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi kepada kepentingan publik. Untuk mencapai tujuan terse but terdapat empat kebutuhan dasar yang harus dipenuhi :

· Kredibilitas. Masyarakat membutuhkan kredibilitas informasi dan sistem informasi.

· Profesionalisme. Diperlukan individu yang dengan jelas dapat diidentifikasikan oleh pemakai jasa Akuntan sebagai profesional di bidang akuntansi.

· Kualitas Jasa. Terdapatnya keyakinan bahwa semua jasa yang diperoleh dari akuntan diberikan dengan standar kinerja tertinggi.

· Kepercayaan. Pemakai jasa akuntan harus dapat merasa yakin bahwa terdapat kerangka etika profesional yang melandasi pemberian jasa oleh akuntan.

Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia terdiri dari tiga bagian: (1) Prinsip Etika, (2) Aturan Etika, dan (3) Interpretasi Aturan Etika. Prinsip Etika memberikan kerangka dasar bagi Aturan Etika, yang mengatur pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota. Prinsip Etika disahkan oleh Kongres dan berlaku bagi seluruh anggota, sedangkan Aturan Etika disahkan oleh Rapat Anggota Himpunan dan hanya mengikat anggota Himpunan yang bersangkutan. Interpretasi Aturan Etika merupakan interpretasi yang dikeluarkan oleh Badan yang dibentuk oleh Himpunan setelah memperhatikan tanggapan dari anggota, dan pihak-pihak berkepentingan lainnya, sebagai panduan dalam penerapan Aturan Etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya.

Pernyataan Etika Profesi yang berlaku saat ini dapat dipakai sebagai Interpretasi dan atau Aturan Etika sampai dikeluarkannya aturan dan interpretasi baru untuk menggantikannya.

Kepatuhan terhadap Kode Etik, seperti juga dengan semua standar dalam masyarakat terbuka, tergantung terutama sekali pada pemahaman dan tindakan sukarela anggota. Di samping itu, kepatuhan anggota juga ditentukan oleh adanya pemaksaan oleh sesama anggota dan oleh opini publik, dan pada akhirnya oleh adanya mekanisme pemrosesan pelanggaran Kode Etik oleh organisasi, apabila diperlukan, terhadap anggota yang tidak menaatinya.

Jika perlu, anggota juga harus memperhatikan standar etik yang ditetapkan oleh badan pemerintahan yang mengatur bisnis klien atau menggunakan laporannya untuk mengevaluasi kepatuhan klien terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Jurnal Etika Profesi Akuntansi

PENDAHULUAN

Profesi akuntan publik menghasilkan berbagai jasa bagi masyarakat, yaitu jasa assurance, jasa atestasi, dan jasa nonassurance. Jasa assurance adalah jasa profesional independen yang meningkatkan mutu informasi bagi pengambil keputusan. Jasa atestasi terdiri dari audit, pemeriksaan (examination), review, dan prosedur yang disepakati (agreed upon procedure). Jasa atestasi adalah suatu pernyataan pendapat, pertimbangan orang yang independen dan kompeten tentang apakah asersi suatu entitas sesuai dalam semua hal yang material, dengan kriteria yang telah ditetapkan. Jasa nonassurance adalah jasa yang dihasilkan oleh akuntan publik yang di dalamnya ia tidak memberikan suatu pendapat, keyakinan negatif, ringkasan temuan, atau bentuk lain keyakinan. Contoh jasa nonassurance yang dihasilkan oleh profesi akuntan publik adalah jasa kompilasi, jasa perpajakan, jasa konsultasi..

Guna menunjang profesionalismenya sebagai akuntan publik maka auditor dalam melaksanakan tugas auditnya harus berpedoman pada standar audit yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), yakni standar umum, standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. Dimana standar umum merupakan cerminan kualitas pribadi yang harus dimiliki oleh seorang auditor yang mengharuskan auditor untuk memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup dalam melaksanakan prosedur audit. Sedangkan standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan mengatur auditor dalam hal pengumpulan data dan kegiatan lainnya yang dilaksanakan selama melakukan audit serta mewajibkan auditor untuk menyusun suatu laporan atas laporan keuangan yang diauditnya secara keseluruhan. Namun selain standar audit, akuntan publik juga harus mematuhi kode etik profesi yang mengatur perilaku akuntan publik dalam menjalankan praktik profesinya baik dengan sesama anggota maupun dengan masyarakat umum. Kode etik ini mengatur tentang tanggung jawab profesi, kompetensi dan kehati-hatian profesional, kerahasiaan, perilaku profesional serta standar teknis bagi seorang auditor dalam menjalankan profesinya.

Akuntan publik atau auditor independen dalam tugasnya mengaudit perusahaan klien memiliki posisi yang strategis sebagai pihak ketiga dalam lingkungan perusahaan klien yakni ketika akuntan publik mengemban tugas dan tanggung jawab dari manajemen (Agen) untuk mengaudit laporan keuangan perusahaan yang dikelolanya. Dalam hal ini manajemen ingin supaya kinerjanya terlihat selalu baik dimata pihak eksternal perusahaan terutama pemilik (prinsipal). Akan tetapi disisi lain, pemilik (prinsipal) menginginkan supaya auditor melaporkan dengan sejujurnya keadaan yang ada pada perusahaan yang telah dibiayainya. Dari uraian di atas terlihat adanya suatu kepentingan yang berbeda antara manajemen dan pemakai laporan keuangan. Kepercayaan yang besar dari pemakai laporan keuangan auditan dan jasa lainnya yang diberikan oleh akuntan publik inilah yang akhirnya mengharuskan akuntan publik memperhatikan kualitas audit yang dihasilkannya. Adapun pertanyaan dari masyarakat tentang kualitas audit yang dihasilkan oleh akuntan publik semakin besar setelah terjadi banyak skandal yang melibatkan akuntan publik baik diluar negeri maupun didalam negeri.

Selain itu terdapat kasus keuangan dan manajerial perusahaan publik yang tidak bisa terdeteksi oleh akuntan publik yang menyebabkan perusahaan didenda oleh Bapepam (Winarto, 2002 dalam Christiawan 2003:82). Selain fenomena di atas, kualitas audit yang dihasilkan akuntan publik juga tengah mendapat sorotan dari masyarakat banyak yakni seperti kasus yang menimpa akuntan publik Justinus Aditya Sidharta yang diindikasi melakukan kesalahan dalam mengaudit laporan keuangan PT. Great River Internasional,Tbk. Kasus tersebut muncul setelah adanya temuan auditor investigasi dari Bapepam yang menemukan indikasi penggelembungan account penjualan, piutang dan asset hingga ratusan milyar rupiah pada laporan keuangan Great River yang mengakibatkan perusahaan tersebut akhirnya kesulitan arus kas dan gagal dalam membayar utang. Sehingga berdasarkan investigasi tersebut Bapepam menyatakan
bahwa akuntan publik yang memeriksa laporan keuangan Great River ikut menjadi tersangka. Oleh karenanya Menteri Keuangan RI terhitung sejak tanggal 28 November 2006 telah membekukan izin akuntan publik Justinus Aditya Sidharta selama dua tahun karena terbukti melakukan pelanggaran terhadap Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) berkaitan dengan laporan Audit atas Laporan Keuangan Konsolidasi PT. Great River tahun 2003. Dalam konteks skandal keuangan di atas, memunculkan pertanyaan apakah trik-trik rekayasa tersebut mampu terdeteksi oleh akuntan publik yang mengaudit laporan keuangan tersebut atau sebenarnya telah terdeteksi namun auditor justru ikut mengamankan praktik kejahatan tersebut. Tentu saja jika yang terjadi adalah auditor tidak mampu mendeteksi trik rekayasa laporan keuangan maka yang menjadi inti permasalahannya adalah kompetensi atau keahlian auditor tersebut. Namun jika yang terjadi justru akuntan publik ikut mengamankan praktik rekayasa tersebut, seperti yang terungkap juga pada skandal yang menimpa Enron, Andersen, Xerox, WorldCom, Tyco, Global Crossing, Adelphia dan Walt Disney (Sunarsip 2002 dalam Christiawan 2003:83) maka inti permasalahannya adalah independensi auditor tersebut. Terkait dengan konteks inilah, muncul pertanyaan seberapa tinggi tingkat kompetensi dan independensi auditor saat ini dan apakah kompetensi dan independensi auditor tersebut berpengaruh terhadap kualitas audit yang dihasilkan oleh akuntan publik. Kualitas audit ini penting karena dengan kualitas audit yang tinggi maka akan dihasilkan laporan keuangan yang dapat dipercaya sebagai dasar pengambilan keputusan.

Selain itu adanya kekhwatiran akan merebaknya skandal keuangan, dapat mengikis kepercayaan publik terhadap laporan keuangan auditan dan profesi akuntan publik.
De Angelo dalam Kusharyanti (2003:25) mendefinisikan kualitas audit sebagai kemungkinan (joint probability) dimana seorang auditor akan menemukan dan melaporkan pelanggaran yang ada dalam sistem akuntansi kliennya. Kemungkinan dimana auditor akan menemukan salah saji tergantung pada kualitas pemahaman auditor (kompetensi) sementara tindakan melaporkan salah saji tergantung pada independensi auditor. Sementara itu AAA Financial Accounting Commite (2000) dalam Christiawan (2002:83) menyatakan bahwa “Kualitas audit ditentukan oleh 2 hal yaitu kompetensi dan independensi. Kedua Dalam melaksanakan audit, auditor harus bertindak sebagai seorang ahli dalam bidang akuntansi dan auditing.

Pencapaian keahlian dimulai dengan pendidikan formal, yang selanjutnya melalui pengalaman dan praktek audit (SPAP, 2001). Selain itu auditor harus menjalani pelatihan teknis yang cukup yang mencakup aspek teknis maupun pendidikan umum. Penelitian yang dilakukan oleh Libby dan Frederick (1990) dalam Kusharyanti (2003:26) menemukan bahwa auditor yang berpengalaman mempunyai pemahaman yanglebih baik atas laporan keuangan. Mereka juga lebih mampu memberi penjelasan yang masuk akal atas kesalahan-kesalahan dalam laporan keuangan dan dapat mengelompokkan kesalahan berdasarkan pada tujuan audit dan struktur dari sistem akuntansi yang mendasari.
Namun sesuai dengan tanggungjawabnya untuk menaikkan tingkat keandalan laporan keuangan suatu perusahaan maka akuntan publik tidak hanya perlu memiliki kompetensi atau keahlian saja tetapi juga harus independen dalam pengauditan. Tanpa adanya independensi, auditor tidak berarti apa-apa. Masyarakat tidak percaya akan hasil auditan dari auditor sehingga masyarakat tidak akan meminta jasa pengauditan dari auditor. Atau dengan kata lain, keberadaan auditor ditentukan oleh independensinya (Supriyono, 1988). Standar umum kedua (SA seksi 220 dalam SPAP, 2001) menyebutkan bahwa “Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor “. Standar ini mengharuskan bahwa auditor harus bersikap independen (tidak mudah dipengaruhi), karena ia melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum. Dengan demikian ia tidak dibenarkan untuk memihak. Auditor harus melaksanakan kewajiban untuk bersikap jujur tidak hanya kepada manajemen dan pemilik perusahaan,
namun juga kepada kreditor dan pihak lain yang meletakkan kepercayaan atas laporan keuangan auditan.

TINJAUAN PUSTAKA

Setiap profesi yang meyediakan jasanya kepada masyarakat memrlukan kepercayaan dari masyarakat yang dilayaninya. Kepercayaan masyarakat terhadap mutu jasa akuntan publik akan menjadi lebih tinggi, jika profesi tersebut menerapkan standar mutu tinggi terhadap pelaksanaan pekerjaan profesional yang dilakukan oleh anggota profesinya. Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik merupakan etika profesional bagi akuntan yang berpraktik sebagai akuntan publik Indonesia. Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik bersumber dari Prinsip Etika yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Dalam konggresnya tahun 1973, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) untuk pertama kalinya menetapkan kode etik bagi profesi akuntan Indonesia, kemudian disempurnakan dalam konggres IAI tahun 1981, 1986,1994, dan terakhir tahun 1998. Etika profesional yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia dalam kongresnya tahun 1998 diberi nama Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia.

Akuntan publik adalah akuntan yang berpraktik dalam kantor akuntan publik, yang menyediakan berbagai jenis jasa yang diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik, yaitu auditing, atestasi, akuntansi dan review, dan jasa konsultansi. Auditor independen adalah akuntan publik yang melaksanakan penugasan audit atas laporan keuangan historis yang menyediakan jasa audit atas dasar standar auditing yang tercantum dalam Standar Profesional Akuntan Publik. Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia dijabarkan ke dalam Etika Kompartemen Akuntan Publik untuk mengatur perilaku akuntan yang menjadi anggota IAI yang berpraktik dalam profesi akuntan publik.

Kode Etik IAI dibagi menjadi empat bagian berikut ini. (1) Prinsip Etika, (2) Aturan Etika, (3) Interpretasi Aturan Etika, dan (4) Tanya dan Jawab. Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik terdiri dari berikut ini.

· Independensi, Integritas dan Objektivitas

· Standar Umum dan Prinsip Akuntansi

· Tanggung Jawab kepada Klien

· Tanggung Jawab kepada, Rekan Seprofesi

· Tanggung Jawab dan Praktik Lain

Independensi

Independensi merupakan salah satu komponen etika yang harus dijaga oleh akuntan publik. Independensi berarti bahwa auditor harus jujur, tidak mudah dipengaruhi dan tidak memihak kepentingan siapapun, karena ia melakukan pekerjaannya untuk kepentingan umum. Auditor berkewajiban untuk jujur tidak hanya pada manajemen dan pemilik perusahaan, namun juga kepada kreditur dan pihak lain yang meletakkan kepercayaan pada pekerjaan auditor tersebut. Sikap mental independen tersebut meliputi independen dalam fakta (in fact) maupun independen dalam penampilan (in appearance). Independen dalam fakta adalah independen dalam diri auditor, yaitu kemampuan auditor untuk bersikap bebas, jujur, dan objektif dalam melakukan penugasan audit. Hal ini berarti bahwa auditor harus memiliki kejujuran yang tidak memihak dalam menyatakan pendapatnya dan dalam mempertimbangkan fakta-fakta yang dipakai sebagai dasar pemberian independen dalam fakta atauindependen dalam kenyataan harus memelihara kebebasan sikap dan senantiasa jujur menggunakan ilmunya (Munawir:1995:35 Sedangkan independen dalam penampilanadalah independen yang dipandang dari pihak-pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan yang di audit yang mengetahui hubungan antara auditor dengan kliennya. Auditor akan dianggap tidak independen apabila auditor tersebut mempunyai hubungan tertentu (misalnya hubungan keluarga, hubungan keuangan) dengan kliennya yang dapat menimbulkan kecurigaan bahwa auditor tersebut akan memihak kliennya atau tidak independen. Oleh karena itu, auditor tidak hanya harus bersikap bebas menurut faktanya, tapi juga harus menghindari keadaan-keadaan yang membuat orang lain meragukan kebebasannya (Munawir:1995:35). Lebih lanjut Munawir (1995:32) menyatakan bahwa berdasarkan ketentuan bursa efek, auditor akan dianggap tidak independen jika:

1. Kantor akuntan yang bersangkutan atau salah satu pegawainya menjadi pimpinan/direktur perusahaan klien.

2. Kantor akuntan yang bersangkutan atau salah satu pegawainya melakukan pekerjaan akuntansi klien, termasuk pembuatan jurnal, pencatatan dalam buku besar, jurnal penutup dan penyusunan laporan keuangan.

3. Kantor akuntan dengan klien saling melakukan peminjaman pribadi (kepentingan keuangan) dalam jumlah materiil ditinjau dari jumlah kekayaan auditor yang bersangkutan.

Sedangkan menurut Mulyadi (1998:50) hal-hal yang dapat mempengaruhi integritas, objektivitas dan independensi,antara lain:

1) Hubungan keuangan dengan klien

a. Hubungan keuangan dengan klien dapat mempengaruhi objektivitas dan dapat mengakibatkan pihak ketiga berKesimpulan bahwa objektivitas auditor tidak dapat dipertahankan. Contoh hubungan keuangan antara lain:
i) Kepentingan keuangan langsung atau tidak langsung dengan klien.
ii) Pinjaman dari/kepada klien, karyawan, direktur, atau pemegang saham utama
dalam perusahaan klien.

Dengan adanya kepentingan keuangan, seorang auditor jelas berkepentingan dengan laporan audit yang diterbitkan. Hubungan keuangan mencakup kepentingan keuangan oleh suami, isteri, keluarga sedarah semenda, sampai garis kedua auditor yang bersangkutan. Jika saham yang dimiliki merupakan bagian yang material dari :

i) Modal saham perusahaan klien, atau

ii) Aktiva yang dimiliki pimpinan atau rekan pimpinan atau kantor akuntan publik suami atau isteri, keluarga saudara semendanya sampai dengan garis kedua. Kondisi ini bertentangan dengan integritas, objektivitas dan independensi auditor tersebut. Konsekuensinya auditor harus menolak atau melanjutkan penugasan audit yang bersangkutan, kecuali jika hubungan tersebut diputuskan.

Pemilikan saham diperusahaan klien secara langsung atau tidak langsung mungkin diperoleh melalui warisan, perkawinan dengan pemegang saham atau pengambilalihan. Dalam hal seperti itu pemilikan saham harus atau secepat mungkin auditor yang bersangkutan harus menolak penugasan audit atas laporan keuangan perusahaan tersebut.

2) Kedudukan dalam perusahaan. Jika seorang auditor dalam atau segera setelah periode penugasan, menjadi: (1) anggota dewan komisaris, direksi atau karyawan dalam manajemen perusahaan klien, atau (2) rekan usaha atau karyawan salah satu dewan komisaris, direksi atau karyawan perusahaan klien, maka ia dianggap memiliki kepentingan yang bertentangan dengan objektivitas dalam penugasan. Dalam keadaan demikian ia harus mengundurkan diri atau menolak semua penugasan audit atas laporan keuangan perusahaan yang bersangkutan.

3) Keterlibatan dalam usaha yang tidak sesuai.
Seorang auditor tidak boleh terlibat dalam usaha atau pekerjaan lain yang dapat menimbulkan pertentangan kepentingan atau mempengaruhi independensi dalam pelaksanaan jasa profesional. Seorang auditor tidak dapat melakukan kerjasama bisnis dengan perusahaan klien atau dengan salah satu eksekutif atau pemegang saham utama.
Seorang auditor tidak dapat melakukan kerjasama bisnis dengan perusahaan klien atau dengan salah satu eksekutif atau pemegang saham utama.

4) Pelaksanaan jasa lain untuk klien audit. Jika seorang auditor disamping melakukan audit, juga melaksanakan jasa lain untuk klien yang sama, maka ia harus menghindari jasa yang menuntut dirinya melaksanakan fungsi manajemen atau melakukan keputusan manajemen. Contoh berikut ini menyebabkan auditor tidak independen: Auditor memperoleh kontrak untuk mengawasi kantor klien, menandatangani bukti kas keluar (voucher) untuk pembayaran dan menyusun laporan operasional berkala, sedangkan pada saat yang bersamaan dia juga melaksanakan penugasan audit atas laporan keuangan klien tersebut. go publik, suatu kantor akuntan publik tidak dapat menjadi b) Jika perusahaan klien akan financial consultant) sekaligus auditor bagi klien tersebut, walaupun konsultan keuangan (partner yang ditugasi untuk melakukan audit berbeda dengan partner yang melaksanakan penugasan konsultasi.

5) Hubungan keluarga atau pribadi. Hubungan keluarga yang pasti akan mengancam independensi adalah seperti akuntan publik yang bersangkutan, atau staf yang terlibat dalam penugasan itu merupakan suami atau isteri, keluarga sedarah semenda klien sampai dengan garis kedua atau memiliki hubungan pribadi dengan klien. Termasuk dalam pengertian klien disini antara lain pemilik perusahaan, pemegang saham utama, direksi dan eksekutif lainnya.

6) Fee atau jasa lainnya. Anggota KAP tidak diperkenankan mendapatkan klien dengan cara menawarkan fee yang dapat merusak citra profesi. Akuntan publik tidak boleh mendapatkan klien yang telah diaudit oleh kantor akuntan publik lain dengan cara manawarkan atau menjanjikan fee yang jauh lebih rendah dari fee yang diterima oleh kantor akuntan publik sebelumnya.

7) Penerimaan barang atau jasa dari klien. Akuntan publik, suami atau isterinya dan keluarga semendanya sampai dengan keturunan keduanya tidak boleh menerima barang atau jasa dari klien yang dapat mengancam independensinya, yang diterima dengan syarat tidak wajar, yang tidak lazim dalam kehidupan sosial.
Pemberian barang atau jasa kepada klien. Akuntan publik, suami atau isterinya dan keluarga sedarah semendanya sampai dengan garis keturunan kedua tidak boleh memberikan barang atau jasa kepada klien, dengan syarat pemberian yang tidak wajar, yang tidak lazim dalam kehidupan sosial. audit, juga melaksanakan jasa lain untuk klien yang sama, maka ia harus menghindari jasa yang menuntut dirinya melaksanakan fungsi manajemen atau melakukan keputusan manajemen. Contoh berikut ini menyebabkan auditor tidak independen:
a) Auditor memperoleh kontrak untuk mengawasi kantor klien, menandatangani bukti kas keluar (voucher) untuk pembayaran dan menyusun laporan operasional berkala, sedangkan pada saat yang bersamaan dia juga melaksanakan penugasan audit atas laporan keuangan klien tersebut. go publik, suatu kantor akuntan publik tidak dapat menjadi
b) Jika perusahaan klien akan financial consultant) sekaligus auditor bagi klien tersebut, walaupun konsultan keuangan (partner yang ditugasi untuk melakukan audit berbeda dengan partner yang melaksanakan penugasan konsultasi.

Sumber :

· http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-makalah-tentang/pengertian-etika-profesi.

· http://images.mobiludara.multiply.multiplycontent.com/attachment/0/SjB2mAoKCsAAAFYMkZY1/BAB%201%20AKUNTANSI.pdf?nmid=254082055

· http://www.scribd.com/doc/14659805/Perkembangan-Profesi-Akuntan

· http://74.125.153.132/search?q=cache:8g_OAH-HZ-YJ:amutiara.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/fi

· http://aticia.blogspot.com/2010/01/etika-merupakan-suatu-ilmu-yang.html